Belajar dari Kasus SVB: Mencegah ”Bank Run” (2024)

Yang lebih menarik, kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) terjadi di sebuah negara maju yang selama ini menjadi panutan dan role model industri perbankan di negara-negara lain. Dari penutupan SVB dapat kita tarik sebuah pelajaran bahwa penarikan dana besar-besaran oleh pemiliknya bisa terjadi setiap saat.

Tindakan penarikan dana secara serentak dalam waktu yang bersamaan tersebut merupakan fenomena bank run, sebuah fenomena yang paling ditakuti oleh pemilik dana, manajemen bank, dan regulator. Serangan dalam bentuk bank run tersebut tidak hanya merugikan pemilik bank, tetap juga memiliki potensi besar mengganggu stabilitas sistem keuangan di negara tersebut.

Di dalam textbook para pengelola bank sentral, sudah sangat jelas, terjadinya bank run harus dicegah agar tidak menimbulkan efek penularan (contagious effect) yang lebih besar sehingga menjalar ke bank-bank lainnya.

Sejarah telah memberikan cerita panjang kepada kita semua terkait kasus-kasus bank run yang melanda sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Baca juga : Pelajaran dari Kerapuhan SVB

Baca juga : Media Sosial Jadi Biang Krisis di Silicon Valley Bank

Dikutip dari Simorangkir (2011), studi Dana Moneter Internasional (IMF) 1980-1996 menyebutkan telah terjadi 133 kasus bank run dan krisis perbankan yang serius di sejumlah negara. Kasus bank run mengalami puncak pada saat terjadi krisis keuangan di AS tahun 2008, di mana sekitar 157 bank kolaps dan beberapa di antaranya karena bank run.

Banyaknya kasus bank run yang bisa muncul setiap saat tanpa adanya peringatan sangat mirip sekali dengan kejadian gempa bumi yang juga dapat muncul setiap saat tanpa ada peringatan sebelumnya.

Dalam banyak kasus, bank tersebut harus dilikuidasi dan diikuti dengan dukungan kebijakan lainnya untuk memulihkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan bukanlah persoalan sederhana dan mudah untuk diselesaikan karena peran perbankan yang sangat vital.

Perbankan memiliki peran penting sebagai salah satu sumber pembiayaan, memperlancar distribusi uang dan sistem pembayaran, serta mendukung transaksi perdagangan, kinerja ekonomi, dan stabilitas sistem keuangan. Untuk itu, kasus SVB yang baru saja terjadi menjadi suatu momentum besar untuk berbenah agar tak terulang kembali di negara mana pun.

Belajar dari Kasus SVB: Mencegah ”Bank Run” (1)

Seorang karyawan memberi tahu orang-orang bahwa kantor pusat Silicon Valley Bank (SVB) ditutup pada 10 Maret 2023 di Santa Clara, California, AS. (Photo by JUSTIN SULLIVAN / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / Getty Images via AFP)

Penyebab ”bank run”

Faktor-faktor yang menjadi pemicu terjadinya bank run sangat bervariasi, mulai dari aspek eksternal hingga internal dari bank itu sendiri.

Pertama, adanya gejolak ekonomi yang fundamental, sangat ekstrem dan bersifat mendadak, memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap sistem perbankan. Hal ini bisa terjadi karena bank menyimpan dan mengelola dana masyarakat untuk berbagai aktivitas ekonomi.

Pelajaran dari krisis moneter yang terjadi di beberapa negara Asia, seperti Korea, Thailand, dan Indonesia tahun 1997-1998, yang memorakporandakan sistem perbankan setempat adalah penurunan nilai mata uang negara-negara tersebut terhadap dollar AS secara cepat membuat deposan menarik uangnya untuk dibelikan dollar AS.

sem*ntara debitor yang meminjam uang dalam mata uang asing di bank tersebut menjadi gagal bayar karena tidak mampu mengimbangi nilai utangnya yang tiba-tiba naik drastis.

Pengalaman bank run juga terjadi di AS pada 2008. Kepanikan ini diperburuk dengan kebijakan moneter sangat ketat, di mana bank sentral di sejumlah negara harus menaikkan suku bunga acuan (benchmark rate) sehingga mengguncang pasar keuangan global.

Kedua, selain faktor eksternal, terdapat juga faktor internal dari bank itu sendiri yang menjadi pendorong munculnya bank run. Faktor internal tersebut adalah kinerja bank yang semakin menurun sehingga masyarakat melakukan penarikan dana secara besar-besaran guna menyelamatkan uangnya yang tersimpan di bank tersebut.

Menurunnya kinerja bank yang semakin mengkhawatirkan tersebut dipicu berbagai aspek, antara lain liquidity mismatch, lemahnya manajemen bank, praktik perbankan dan tata kelola yang tidak sehat, lemahnya permodalan, serta tidak mampu bersaing.

Faktor-faktor tersebut menjadikan pemilik dana berpikir bahwa bank di mana uang mereka tersimpan ternyata memiliki masalah. Akibatnya, para pemilik dana menjadi khawatir akan keselamatan uang mereka di bank tersebut dan melakukan penarikan dana.

Kasus Bank Summa yang terjadi pada 1992 merupakan contoh konkret dari bank run yang disebabkan kesalahan manajemen dari bank itu sendiri. Dalam kasus Bank Summa, sangat logis apabila masyarakat harus menyelamatkan uangnya sebelum banknya bangkrut.

Untuk itu, kasus SVB yang baru saja terjadi menjadi suatu momentum besar untuk berbenah agar tak terulang kembali di negara mana pun.

Efek domino

Dalam perjalanannya, kasus SVB membawa dampak yang mengkhawatirkan di industri perbankan AS dan sistem keuangan global. Berita mengenai menurunnya kinerja SVB langsung mengentak ke seantero dunia hanya dalam waktu sekejap karena adanya peran dari media sosial.

Dalam waktu seketika itu pula para pemilik dana langsung memindahkan dananya dari bank tersebut, yang menyebabkan bank kekurangan likuiditas. Situasi yang tidak normal tersebut menjadikan cash is the king dan ketersediaan likuiditas yang mencukupi merupakan first line of defense (pertahanan lapis pertama) yang harus dimiliki oleh setiap bank.

Gejolak yang terjadi pada SVB akhirnya juga menyeret sebuah bank lain di AS, yaitu Signature Bank, ke dalam situasi yang sama. Ke depan kita belum tahu apakah masih ada korban lanjutan akibat kolapsnya SVB tersebut.

Tidak berhenti sampai di sini, halo effect dari kejatuhan SVB dan Signature Bank telah membuat harga saham bank-bank di AS mengalami kejatuhan yang cukup signifikan.

Bagi Indonesia sendiri, kasus SVB saat ini tidak menimbulkan dampak yang berarti di perbankan dalam negeri. Dampak kecil terjadi pada saat harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami kejatuhan, khususnya saham emiten bank-bank. Namun, sekarang harganya sudah normal kembali.

Belajar dari Kasus SVB: Mencegah ”Bank Run” (2)

Ilustrasi

Sepertinya kasus tersebut tidak akan mengganggu industri perbankan di Tanah Air karena beberapa alasan. Pertama, bank-bank di Indonesia tidak memiliki konsentrasi yang besar terhadap kelompok deposan tertentu karena mereka tersebar di berbagai sektor. Kedua, likuiditas yang dimiliki oleh perbankan nasional relatif tinggi dan didukung dengan permodalan yang solid.

Ketiga, industri perbankan nasional tidak memiliki keterpaparan (exposure) terhadap aset-aset digital, khususnya aset kripto, yang saat ini sedang mengalami gejolak.

Keempat, bank-bank di Indonesia tidak memiliki exposure pendanaan ataupun simpanan dengan bank-bank bermasalah tersebut. Dengan demikian, perbankan nasional boleh dikatakan masih dalam situasi aman dan terkendali menghadapi kasus SBV tersebut.

Efektivitas pengawasan bank

Kejatuhan SVB dan Signature Bank membuat regulator perbankan di AS mulai khawatir mengenai munculnya efek domino yang lebih besar.

Oleh karena itu, Federal Reserve (The Fed) sebagai bank sentral telah memberikan akses pendanaan darurat bagi bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Aturan ini sebenarnya bukan barang baru karena sudah menjadi standar internasional dan telah diadopsi hampir semua regulator di dunia.

Artinya, hampir semua regulator perbankan telah memiliki aturan yang lengkap, mulai dari penyediaan likuiditas darurat sampai dengan upaya penyehatan kembali banknya.

Yang menjadi pertanyaan publik, bagaimana aspek pengawasan dari regulator itu sendiri untuk mencegah terjadinya bank bermasalah sehingga dapat mencegah timbulnya bank run. Kasus kolapsnya SVB membuat publik AS dan para pengamat ekonomi mempertanyakan efektivitas pengawasan industri perbankan di sana.

Para pengamat menyayangkan mengapa The Fed tidak memiliki sistem peringatan dini (early warning system) atau bendera kuning yang harus dikibarkan sebelum SVB kolaps.

Kasus kolapsnya SVB membuat publik AS dan para pengamat ekonomi mempertanyakan efektivitas pengawasan industri perbankan di sana.

Peringatan dini yang dilakukan oleh regulator tersebut ditengarai mampu menyelamatkan bank itu dari kejatuhan yang lebih parah. Tidaklah berlebihan jika The Fed dianggap gagal dalam melaksanakan fungsi pengawasan sehingga dalam bulan Maret 2023 ini saja sudah ada tiga bank yang harus keluar dari arena kompetisi.

Muncul pertanyaan lanjutan: bagaimana kemampuan The Fed itu sendiri dalam mengawasi keseluruhan sistem perbankan di AS. Selama ini sistem pengaturan dan pengawasan yang dilakukan regulator di AS telah menjadi kiblat bagi regulator negara-negara lain.

Pelajaran berharga

Ternyata fakta membuktikan lain bahwa pengaturan yang lengkap dan pengawasan saja tidak cukup mencegah terjadinya bank run. Perlu dicari jawaban dan solusi yang lebih tepat untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali di negara mana pun.

Kasus bank run yang terjadi di AS tersebut memberikan berbagai pelajaran berharga bagi semua pihak. Pertama, munculnya bank run tidak mudah dideteksi kapan akan terjadi. Bukti empiris sudah menunjukkan ketidakmampuan regulator dalam mencegah terjadinya bank run.

Oleh karena itu, pemantauan yang berkelanjutan terhadap bank-bank yang memiliki keterpaparan risiko tinggi harus dilakukan sejak dini.

Kedua, menjaga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan merupakan kunci utama dalam mencegah bank run. Di sinilah diperlukan transparansi dan edukasi yang memadai kepada masyarakat mengenai keandalan sistem perbankan yang telah diatur dan diawasi secara ketat sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak memercayai perbankan.

Ketiga, sistem penjaminan nasional untuk deposan bagi pemilik dana di bank masih tetap diperlukan dan perlu dikaji kembali. Kajian mengenai besarnya uang yang dijamin pemerintah tentunya harus mengikuti perkembangan zaman.

Skim penjaminan yang diberikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) perlu dikaji ulang apakah maksimum penjaminan dana nasabah sebesar Rp 2 miliar masih layak dipertahankan. Jumlah penjaminan sebesar Rp 2 miliar itu telah berjalan selama 15 tahun dan tidak mengalami perubahan sejak ditetapkan pada 2008.

Dengan memperhitungkan kenaikan inflasi tahunan, nilai penjaminan Rp 2 miliar sepertinya sudah tak sesuai lagi dengan nilai uang saat ini. Di samping itu, perlu dikaji lebih lanjut, apakah diperlukan skim penjaminan simpanan milik korporasi dengan nilai penjaminan yang lebih besar dibandingkan dengan simpanan individu.

Agus Sugiarto Kepala OJK Institute

Belajar dari Kasus SVB: Mencegah ”Bank Run” (3)
Belajar dari Kasus SVB: Mencegah ”Bank Run” (2024)
Top Articles
The Woman Behind Your Favorite Hallmark Movies Investigates Murders for a Living
<i>Dateline</i>'s Andrea Canning Talks True Crime & What Fans Love About the Show
Hometown Pizza Sheridan Menu
Netronline Taxes
Devin Mansen Obituary
Faint Citrine Lost Ark
Phcs Medishare Provider Portal
Dew Acuity
Craigslist Cars And Trucks For Sale By Owner Indianapolis
Rabbits Foot Osrs
Words From Cactusi
Crime Scene Photos West Memphis Three
Tabler Oklahoma
Tamilblasters 2023
Bme Flowchart Psu
What is a basic financial statement?
Dumb Money
Fear And Hunger 2 Irrational Obelisk
How To Cut Eelgrass Grounded
Google Feud Unblocked 6969
Osborn-Checkliste: Ideen finden mit System
Unity - Manual: Scene view navigation
Pjs Obits
Keci News
Pasco Telestaff
Exl8000 Generator Battery
Rust Belt Revival Auctions
104 Presidential Ct Lafayette La 70503
Parkeren Emmen | Reserveren vanaf €9,25 per dag | Q-Park
Airline Reception Meaning
Breckiehill Shower Cucumber
15 Primewire Alternatives for Viewing Free Streams (2024)
Craigslist Dubuque Iowa Pets
Klsports Complex Belmont Photos
Mosley Lane Candles
Craigslist Cars And Trucks Mcallen
Puerto Rico Pictures and Facts
Vitals, jeden Tag besser | Vitals Nahrungsergänzungsmittel
Craigslist In Myrtle Beach
Truckers Report Forums
Viewfinder Mangabuddy
Casamba Mobile Login
California Craigslist Cars For Sale By Owner
Wilson Tire And Auto Service Gambrills Photos
Perc H965I With Rear Load Bracket
Market Place Tulsa Ok
855-539-4712
Scott Surratt Salary
Cryptoquote Solver For Today
Bones And All Showtimes Near Emagine Canton
Pulpo Yonke Houston Tx
Morgan State University Receives $20.9 Million NIH/NIMHD Grant to Expand Groundbreaking Research on Urban Health Disparities
Latest Posts
Article information

Author: Terence Hammes MD

Last Updated:

Views: 6480

Rating: 4.9 / 5 (49 voted)

Reviews: 88% of readers found this page helpful

Author information

Name: Terence Hammes MD

Birthday: 1992-04-11

Address: Suite 408 9446 Mercy Mews, West Roxie, CT 04904

Phone: +50312511349175

Job: Product Consulting Liaison

Hobby: Jogging, Motor sports, Nordic skating, Jigsaw puzzles, Bird watching, Nordic skating, Sculpting

Introduction: My name is Terence Hammes MD, I am a inexpensive, energetic, jolly, faithful, cheerful, proud, rich person who loves writing and wants to share my knowledge and understanding with you.